Penelitianini bereda dengan laporan kegiatan karena benar-benar akan mengungkap dari segi pemahaman guru, kepala sekolah, daya dukung orang tua serta kemampuan peserta didik. kebijakan organisasi serta model pengawasan dan evaluasi. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
Banyak mahasiswa dan pengkaji teks Al-Qurโan dan literatur tafsir menghadapi problem-problem metodologis yang cukup serius dan rumit, baik ketika mereka akan, maupun sedang melakukan penelitian. Sementara mahasiswa merasa kebingungan dalam menentukan pokok masalah obyek yang akan diteliti. โMengekorโ model orang lain dalam hal ini menjadi satu kenyataan yang tak dapat dihindari. Konsekuensinya, variasi obyek penelitian tidak berkembang secara signifikan. Selain itu, tidak jarang bahwa di antara mereka melakukan penelitian dalam bidang ilmu tafsir dengan cara yang kurang tepat. Seorang mahasiswa, misalnya, mengajukan proposal penelitian dengan judul โAkidah menurut Al-Qurโan Studi tentang Pemikiran Muhammad Abu Zahrahโ. Judul ini jelas membingungkan apakah dia akan mengkaji konsep Al-Qurโan dengan metode tematik, ataukah dia akan meneliti pemikiran seorang mufassir tentang ajaran Al-Qurโan? Lebih ironis, seorang dosen mengatakan bahwa seseorang mengkaji konsep Al-Qurโan secara tematik, dia harus menempatkan penafsiran para mufassir pada posisi yang sentral. Bahkan banyak mahasiswa tidak mengeksplorasi secara jelas dan tepat dalam skripsi, tesis atau bahkan disertasi mereka pendekatan, metode, kerangka teoritis dan analisis yang akan digunakan dalam penelitian tafsir. Demikianlah beberapa contoh problem metodologis yang dialami oleh para pengkaji dalam bidang tafsir. Oleh karenanya ed., para pengkaji Al-Qurโan dan tafsir semestinya memahami terlebih dahulu 1 tinjauan sejarah penelitian tafsir, 2 pemetaan penelitian dalam studi Al-Qurโan,3 metode, dan 4 analisis penelitian tafsir. Tinjauan Sejarah Penelitian Literatur Tafsir/Ilmu Tafsir Pada dasarnya, penelitian tafsir/ilmu tafsir yang merebak dan tersistematis pada abad ke-20 ini berasal dari tradisi apresiasi dan kritik tafsir exegetical criticism yang sudah muncul sejak zaman sahabat Nabi saw., bahkan sejak nabi saw. masih hidup. Sebuah hadis jika sahih yang menyebutkan โsiapapun menafsirkan Al-Qurโan tanpa ilmu bi-ghayr ilm, maka dia akan masuk nerakaโ bisa dipahami sebagai kritik Nabi terhadap praktek penafsiran Al-Qurโan yang โsembronoโ pada masa itu, sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh al-Zarkasyi dalam al-Burhรขn fรฎ Ulรปm al-Qurโรขn al-Zarkasyi, tt. 161. Bukti lain ialah bahwa setelah surat al-Nashr QS. 110 diturunkan, Umar ibn Khattab bertanya kepada sekumpulan sahabat Nabi, โapa pendapat kalian tentang surat tersebut?โ Sebagian sahabat menjawab โKita diperintahkan Allah swt. Untuk bertahmid dan beristighfar bila mendapatkan kemenangan.โ Sahabat lain terdiam dan tidak memberikan komentar sama sekali. Kemudian Umar bertanya kepada Ibnu Abbas โApakah kamu sependapat, wahai Ibnu Abbas?โ Ibnu Abbas menjawab โTidak!โ Lalu apa pendapatmu?โ Sahut Umar. Ibnu Abbas menimpali โItu adalah ajal Rasulullah saw. yang semakin dekat, diisyaratkan oleh Allah swt.โ Umar berkomentar โSaya tidak tahu kecuali apa yang kau katakan.โ lihat Sahih al-Bukhari, 8 519. Perkataan umar terakhir itu merupakan apresiasinya terhadap penafsiran Ibnu Abbas. Tradisi kiritik tafsir ini berkembang lebih luas sejak abad kedua hijriah di mana wacana intelektual mulai mengalami kemajuan dan perdebatan ilmiah mulai lebih marak di banyak bidang ilmu keislaman. Dialektika antara ahl-al-hadits dan ahl-al-raโy erupakan salah satu fenomena sejarah Islam. Ibnu Hanbal , misalnya, dengan keras mengkritik literature tafsir yang hanya didasarkan pada argumentasi rasional. Demikian pula al-Asmal yang mengecam karya tafsir Abu Ubaydah, Majaz al-Qurโan, sebagai karya tafsir bi-al-raโy Abott, 1967 110-113. Hal semacam ini terjadi pula di antara sekte-sekte Islam,baik dalam bidang teologi, fikih, dan lain-lain selama kurun waktu yang cukup panjang. Hanya saja, kritik tafsir, yang merupakan bagian dari proses penelitian literatur tafsir dalam arti luas, pada masa klasik hanya bertujuan untuk membuat โjudical criticismโ yang berkisar pada apakah penafsiran seseorang itu baik atau buruk, apakah seseorang itu memiliki otoritas eksegetik atau tidak. Selain itu, kritik tafsir ini belum menjadi disiplin ilmu yang mandiri, tetapi masih integral, selain dalam karya-karya tafsir, juga dalam disiplin ilmu-ilmu lain, seperti hadis, fikih, dan kalam. Mengikuti disiplin kritik sastra al-naqd al-adabi, pada abad ke-20 M, kritik tafsir kemudian bisa dikatakan sudah menjadi disiplin yang โmandiriโ. Terbitnya buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung Mazahib al-Tafsir al-Islami Leiden, 1920, karya I. Goldziher, yang kemudian diikuti oleh karya-karya lain, seperti al-Tafsรฎr wa-al-Mufassirรปn 1961, karya Muhammad Husain al-Zahabi, Dirรขsat fรฎ al-Tafรฎr wa Rijรขlih 1982 karya Abu Yaqazan Athiyyah, dan beratus-ratus artikel di berbagai jurnal, sudah dipandang cukup sebagai bukti โkemandirianโ disiplin ilmu kritik tafsir. Berbeda dengan kritik tafsir masa klasik, pada masa sekarang disiplin ini tidak hanya memuat โjudicial criticismโ, tetapi juga terutama mengkaji asal-usul dan perkembangan tafsir/teori eksegetik, macam-macamnya, kecenderungannya, โhakikatโ nature-nya, pembentukannya, fungsinya, pengaruhnya dan hubungannya dengan hal lain. Hal-hal tersebut di atas sudah tentu merupakan obyek-obyek atau pokok-pokok masalah pada penelitian literatur tafsir/ilmu tafsir. Pemetaan Penelitian dalam Studi Al-Qurโan Dalam studi Al-Qurโan paling tidak ada tiga kelompok besar penelitian sebagai berikut Pertama, penelitian yang menjadikan teks, atau nash Al-Qurโan sebagai obyek sentral, dan atau sumber pokok dalam penelitian. Hal ini disebut oleh Amin al-Khulli kemudian diikuti oleh bint al-Syathiโ dengan istilah dirรขsat al-nashsh, yang mencakup dua kajian 1 fahm al-nashsh/the understanding of text, dan 2 dirรขsat ma hawl al-nashsh/study of the surrounding of text al-Syathiโ, 1971 123. Dalam konteks penelitian dalam literatur tafsir dalam studi Al-Qurโan, obyek yang menjadi fokus utamanya adalah kajian model pertama, yakni fahm al-nashsh/the understanding of text. Dalam hal ini, seorang peneliti bisa melakukan penelitian terkait dengan features of the Qurโanic texts tampilan-tampilan luar teks-teks Al-Qurโan, seperti cara baca teks Al-Qurโan, variasi qiraat, makki-madani, naแบm sistematika/ struktur, muแธฅkam-mutasyฤbih, gaya bahasa style linguistic/balฤgah, manuskrip Al-Qurโan klasik, dan pencetakan teks Al-Qurโan pada masa modern dan kontemporer. Selain itu, peneliti juga bisa membahas tentang kandungan makna teks Al-Qurโan. Hal ini bisa dilakukan secara parsial dan komprehensif dengan metode dan pendekatan tertentu. Yang dimaksud penelitian makna teks Al-Qurโan yang bersifat parsial adalah penelitian terhadap makna satu ayat, sekelompok ayat tertentu, atau satu surah tertentu. Sebagai contoh adalah penelitian yang pernah penulis tulis Sahiron 2014 104-116; 2017 99-109; 2017 143-157 yang mengkaji dan menginterpretasi surah al-Anbiyฤโ/21 39-40, al-Baqarah/2 111-113, dan an-Nisฤโ/4 34 dengan menggunakan pendekatan kontekstualis atau pendekatan manฤ-cum-magzฤ. Contoh lain, Nicolai Sinai menulis artikel โAn Interpretation of Sลซrat al-Najm Q. 53โ yang berisi penafsirannya terhadap Sลซrat al-Najm dengan pendekatan strukturalis Sinai 2011 1-28. Termasuk dalam fahm an-naแนฃแนฃ pula, kajian-kajian yang bertujuan memahami makna/konsep Al- Qurโan tentang berbagai persoalan secara komprehensif. Dalam hal ini, seorang peneliti dapat mengkajinya dengan pendekatan tafsir tematik, seperti konsep โkeseimbanganโ antara materialisme dan spiritualisme, dan konsep kebebasan berakidah Bint asy-Syฤแนญiโ1972. Kajian komprehensif ini juga bisa dilakukan dengan pendekatan semantik. Kajian seperti misalnya seperti yang dilakukan oleh Toshiko Izzutsu yang berjudul God and Man in the Koran Semantics of the Koranic Weltanscauung, [Lihat contoh salah satu artikel yang menerapkan kajian semantik Al-Qurโan di sini]. Adapun yang termasuk dalam kategori dirรขsat mรข hawl al-nashsh ialah penelitian tentang sejarah teks Al-Qurโan yang memuat penanggalan ayat, kronologi ayat, konteks historis pewahyuan ayat asbรขb al-nuzรปl dan kodifikasi Al-Qurโan. Sudah barang tentu, dalam penelitian model ini juga diperlukan metodologi, sebagaimana antara lain yang telah dikemukakan oleh penulis di atas. Tidak disangkal bahwa pencapaian ulama/sarjana, baik muslim maupun non-muslim, dalam bidang ini pada masa klasik dan modern sudah memperkaya khazanah keilmuan Islam, meskipun tidak pernah matang dan perlu terus menerus dikaji ulang. Kedua, adalah penelitian tentang hasil pembacaan terhadap teks Al-Qurโan, baik yang terwujud teori-teori penafsiran seperti yang telah disebutkan di atas, maupun yang berbentuk pemikiran eksegetik. Dalam konteks ini, hasil pembacaan bisa diistilahkan dengan literatur ilmu tafsir/tafsir, yang oleh Norman Calder dimasukkan dalam โliterature genreโ Calder, 1993 101. Berbeda dengan jenis penelitian pertama yang menjadikan teks sakral sebagai fokus penelitian, penelitian kedua ini mengkaji human creation yang bersifat profan. Aspek-aspek metodologis penelitian kedua inilah yang pernah penulis bahas secara terperinci dalam buku Tafsir Studies. Di antara contoh penelitian ini adalah karya Andrew J. Lane Lane 2006 yang berjudul A Traditional Mutazilite Qurโฤn Commentary The Kashshฤf of Jฤr Allฤh al-Zamakhsharฤซ d. 538/1144, yang di dalamnya Lane mendiskusikan tentang teks tafsir az-Zamakhsyarฤซ ditinjau dari sejarah pembuatan teks tafsir tersebut, resepsi atasnya, metode penafsirannya, dan sumber-sumber penafsirannya. Ketiga, adalah penelitian tentang aspek-aspek metodis, baik yang bersumber dari Ulumul Qurโan/Ilmu Tafsir maupun dari ilmu-ilmu bantu lain, baik konsepnya maupun implementasinya. Penelitian tentang asbฤb al-nuzลซl dan munฤsabฤt al-ฤyฤt termasuk dalam kategori ini. Demikian pula, penelitian tentang teori-teori hermeneutika tertentu digolongkan ke dalam model penelitian ini. Sebagai contoh, Abdel Haleem, seorang profesor dalam bidang Islamic Studies di SOAS, University of London, dalam artikelnya โThe Role of Context in Interpreting and Translating the Qurโanโ menjelaskan secara baik pentingnya memperhatikan konteks tekstual siyฤq an-naแนฃแนฃ dan konteks historis dalam proses penafsiran dan penerjemahan terhadap teks Al-Qurโan Haleem 2018 47-66. Keempat, penelitian yang mengkaji โresponsโ atau resepsi masyarakat terhadap Al-Qurโan atau terhadap hasil penafsiran seseorang atas Al-Qurโan. Hakikatnya, penelitian ini termasuk dalam penelitian disiplin ilmu sosial antara lain sosiologi dan antropologi. Namun, karena berkaitan erat dengan masalah Al-Qurโan, penelitian ini bisa juga dimasukkan dalam program studi Al-Qurโan. Penelitian model ini misalnya yang dilakukan oleh Neil Robinson dalam Discovering the Qurโan A Contemporary Approach to a Veiled Text, dan Deny dalam Qurโan recitation Training in Indonesia A Survey of Context and Handbooks, yang meneliti bagaimana teks Al-Qurโan itu dibaca, didengar, dihafal, di-munasabaqah-kan MTQ dan dipraktekkan dalam kehidupan umat Islam Robinson 1996; dan Deny 1988 288-306. Bisa dimasukkan dalam penelitian ini juga karya Faris Keblawi, โIlm Hifแบ al-Qurโฤn,โ yang membahas tentang tradisi menghafal Al-Qurโan dan metodenya serta tantangannya di masa digital ini dengan pendekatan multidispliner Keblawi 2014 168-195. Terkait dengan resepsi atas tafsir, Dale F. Eickelman Eickelman 1993 163-168 dalam tulisannya yang berjudul Islamic Liberalism Strikes Back meneliti bagaimana tanggapan masyarakat Kuwait, Cassablanca dan Suriah terhadap pemikiran strukturalis M. Shahrur. Termasuk juga dalam penelitian jenis ketiga ini ed., kajian yang belakangan dikenal, khususnya di lingkungan PTAIN dengan kajian atau studi Living Qurโan, yang memfokuskan kajiannya terhadap resepsi personal maupun komunitas tertentu atas suatu ayat Al-Qurโan. [] Selanjutnya, silakan baca ulasan kami yang lebih lengkap dan mendalam tentang Pendekatan dan Analisis dalam Penelitian Al-Qurโan dan Ilmu Tafsir di sini! *Tulisan ini disadur dari pengantar buku penulis yang berjudul โTafsir Studiesโ, Yogyakarta eLSAQ Press, 2009 dan juga tulisan penulis yang diterbitkan di Jurnal Suhuf, Volume 12, Nomor 1, Juni 2019. _ _ _ _ _ _ _ _ _ Bagaimana pendapat Anda tentang artikel ini? Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda tentang topik ini dengan bergabung menjadi anggota di Baca panduannya di sini! Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook di sini! [zombify_post]
. 134 393 55 285 410 494 22 411